Oleh: Redaksi Insan Jurnalis
Tanggal: 2 Mei 2025
Opini: Janji yang Belum Terpenuhi
Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghormatan terhadap Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia. Namun setelah 80 tahun lebih merdeka, pertanyaan penting masih menggantung: apakah pendidikan benar-benar sudah merata?
Pemerintah kerap menyampaikan komitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan. Namun di lapangan, guru honorer masih berjuang dengan gaji yang jauh dari layak, sekolah-sekolah di daerah terpencil kekurangan fasilitas, dan murid-murid harus berjalan berkilo-kilometer untuk bisa belajar.
Ini bukan narasi baru, tapi luka lama yang belum juga sembuh.
Pada Hardiknas 2025 ini, publik berhak bertanya: ke mana arah kebijakan pendidikan nasional? Apakah pendidikan hanya jadi proyek statistik belaka? Ketika murid dinilai berdasarkan angka, guru dibebani laporan administratif, dan sekolah dibayangi ketimpangan dana, maka esensi pendidikan sebagai pembebas justru terkungkung oleh sistem.
Perlu ada langkah radikal—bukan sekadar seremoni tahunan atau spanduk motivasi. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus duduk bersama dan menyusun ulang prioritas: bahwa pendidikan bukan soal pencitraan, tapi soal masa depan bangsa.
Fakta: Potret Pendidikan Indonesia 2025
Berikut sejumlah data dan fakta yang mencerminkan kondisi pendidikan Indonesia saat ini:
Jumlah Guru Honorer: Per 2025, masih ada lebih dari 700.000 guru honorer di Indonesia. Sebagian besar menerima gaji di bawah UMK dan tidak memiliki jaminan kesejahteraan yang memadai.
Akses Pendidikan di Daerah Terpencil: Berdasarkan data Kemendikbud, lebih dari 20.000 sekolah dasar berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), dengan 35% di antaranya kekurangan guru tetap.
Angka Putus Sekolah: Meski angka partisipasi sekolah membaik, data BPS 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 500.000 anak usia 7–18 tahun masih putus sekolah, mayoritas karena faktor ekonomi.
Kualitas Infrastruktur: Sebanyak 25% sekolah negeri di Indonesia masih belum memiliki fasilitas MCK yang layak, dan 18% kekurangan akses listrik yang stabil.
Kesimpulan
Hardiknas seharusnya bukan hanya momen mengenang jasa pahlawan pendidikan, tetapi juga titik refleksi sejauh mana janji-janji pemerintah terhadap pendidikan telah ditepati.
Pendidikan harusnya menjadi jembatan menuju keadilan sosial, bukan cermin dari ketimpangan yang terus-menerus.